Metro, djurnalis.com-Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Metro merasa kecewa, lantaran tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan terkait alih fungsi komplek Ruko Sudirman menjadi Hotel. Akibatnya, hal tersebut jadi bumerang bagi Pemkot setempat. Hal itu tegaskan Ria Hratni kepada djurnalis.com baru baru ini.

Menurutnya sebagai Ketua DPRD kota Metro, Dirinya mengaku baru mengetahui polemik alih fungsi Ruko Sudirman menjadi Hotel setelah ramai diperbincangkan Wartawan dan viral di media sosial.

“Sebagai Ketua DPRD, Saya mendengar banyak keluhan dan aspirasi dari Masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa Publik merasa tidak dilibatkan dalam hal ini DPRD sebagai Wakil Mereka, padahal Ruko itu adalah bagian dari kepentingan bersama” tegas Ria Hartini.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan mencuatnya polemik itu, Ketua DPRD dari Fraksi PDIP DPRD kota Metro itu, mendesak Pemkot setempat untuk segera memberikan klarifikasi terkait isu alih fungsi Ruko Sudirman seperti yang lagi viral saat ini

Menurut Rencana a Hartini, transparansi sangat penting untuk meredakan keresahan publik dan mencegah terjadinya spekulasi yang belum tentu positif saat ini yang berkembang begitu liar.

Baca juga:  Disporapar Pemkot Metro Kembali Gelar Metro Sport Tourism (MST).

“Untuj itu, Saya meminta Pemerintah kota untuk membeberkan fakta-fakta yang sebenarnya terkait dugaan alih fungsi tersebut. Apa yang menjadi motivasi pengembang hingga nekat melakukan perubahan fungsi tanpa izin, itu juga harus dijelaskan. Jangan sampai Masyarakat terus dibiarkan berspekulasi” tegasnya.

Anggota DPRD dari Dapil Metro Pusat itu meminta Pemkot agar pembangunan di Kota Metro selalu dilakukan sesuai aturan dan tidak menimbulkan permasalahan baru. Dirinya meminta agar para pengembang yang bekerja di wilayah Bumi Say Wawwi memiliki izin yang lengkap sebelum memulai proyek apa pun itu.

“Kami ingin pembangunan di Kota Metro berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Jangan ada lagi persoalan yang berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah maupun pengembang,” ucapnya.

Ia mengingatkan, bahwa proyek pembangunan Ruko Sudirman sebelumnya dilakukan dengan skema perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) antara Pemkot dan pihak swasta, yaitu PT Sang Bima Ratu. Perjanjian itu mencakup masa kerjasama selama 30 tahun sejak pembangunan pada 2022.

Baca juga:  Jumat Curhat, Polres Metro Ajak Masyarakat Ciptakan Pemilu Damai dan Sejuk

“Awalnya, kawasan di Jalan Jenderal Sudirman memang diperuntukkan sebagai wilayah niaga. Namun, jika benar terjadi alih fungsi menjadi hotel, maka hal tersebut memerlukan kajian ulang, termasuk perubahan aturan yang mendasari perizinannya” jelas Ria.

Basuki menegaskan bahwa setiap perubahan fungsi aset pemerintah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia merujuk pada Permendagri Nomor 7 Tahun 2024 dan Permenkeu Nomor 115 Tahun 2022 yang mengatur kerjasama pemanfaatan dan alih fungsi aset milik Negara atau Daerah.

“Meski kontrak kerjasama akan berjalan selama 30 tahun, aset tersebut tetap menjadi milik Pemerintah. Artinya, Pengembang wajib memenuhi persyaratan yang diatur dalam regulasi Hukum yang ada, Jangan sampai ada pembangunan yang menabrak aturan yang berlaku” pungkasnya.

Ria Hartini juga menyoroti dugaan pengrusakan fasilitas umum, seperti trotoar di sekitar area Ruko Sudirman tersebut. Ia menilai bahwa tindakan semacam itu mencerminkan kurangnya kepatuhan terhadap aturan dan etika pembangunan di kawasan publik. Krisna