Bandar Lampung, Djurnalis.com — Keputusan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung merehabilitasi lima mantan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung bersama lima wanita yang terjaring razia di Karaoke Astronom Grand Mercure menuai polemik. Kritik bermunculan karena keputusan itu dinilai tidak sesuai prosedur hukum, meski barang bukti tujuh butir pil ekstasi ditemukan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Prof. Hamzah, menilai langkah BNNP salah kaprah. Menurutnya, penggunaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 sebagai dasar rehabilitasi keliru. “SEMA itu ditujukan untuk hakim, bukan penyidik. Kalau penyidik BNN langsung menggunakannya untuk membebaskan pelaku dari persidangan, jelas tidak tepat,” ujarnya, Minggu (7/9/2025).

Baca juga:  Digerebek BNNP Lampung, 10 Orang Positif Narkoba Saat Pesta di Karaoke Astronom

Hamzah menegaskan, narkotika yang sudah dikonsumsi tetap dihitung sebagai barang bukti. Ia mencontohkan, jika tersangka membeli 20 butir ekstasi dan hanya tersisa 7, maka jumlah total tetap 20. “Praktiknya, hakim yang menilai, bukan penyidik. Kasus ini seharusnya tetap dibawa ke pengadilan,” tegasnya.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagai pembanding, ia menyinggung kasus di Riau di mana terdakwa tetap dihukum meski hanya satu butir ekstasi ditemukan, karena pengakuan konsumsi juga diperhitungkan.

Penggerebekan di Grand Mercure

Kasus ini bermula dari penggerebekan BNNP Lampung pada 28 Agustus 2025 di salah satu room Karaoke Astronom Grand Mercure. Dari lokasi, petugas mengamankan 11 orang, termasuk lima pengurus HIPMI Lampung. Mereka adalah Riga Marga Limba (34), Septiansyah (35), M. Randy Pratama (35), Wiliam Budiono (35), dan Saputra Akbar Wijaya Hartamansa (35).

Baca juga:  Soal Viral Konsorsium 303 Irjen Ferdy Sambo, Ini Kata Polri

Barang bukti tujuh butir ekstasi ditemukan di tas milik Saputra. Berdasarkan pengakuan, sebagian pil sudah mereka konsumsi. Hasil tes urine menunjukkan 10 orang positif narkotika, sementara satu orang, Zikri Chandra Agustia (41), dinyatakan negatif.

Penjelasan BNNP

Polemik kian menguat ketika BNNP Lampung memutuskan 10 orang tersebut hanya direhabilitasi. Dokter Novan Harun, Bidang Rehabilitasi BNNP, menjelaskan hasil asesmen Addiction Severity Index (ASI) menunjukkan mereka hanya pengguna situasional. “Mereka belum tergolong adiksi berat. Tidak ada gejala toleransi, withdrawal, atau craving,” katanya.

Baca juga:  Anthoni Irawan Nahkodai DPD APKARI Lampung Periode 2024-2027

Novan menambahkan, fungsi sosial dan pekerjaan para tersangka masih berjalan normal. Berdasarkan asesmen, BNN merekomendasikan rawat jalan intensif dua kali seminggu. Program meliputi konseling individu, terapi motivasi, CBT, hingga pascarehabilitasi.

Kombes Pol Karyoto, Plt. Kepala BNNP Lampung, menegaskan penggerebekan ini berawal dari laporan masyarakat. “Kami temukan 7 butir ekstasi, lakukan tes urine, dan hasilnya positif untuk 10 orang,” jelasnya.

Meski begitu, keputusan rehabilitasi tanpa sidang membuat publik curiga adanya perlakuan istimewa. Akademisi menilai seharusnya perkara tetap diproses di pengadilan agar tidak menimbulkan kesan diskriminatif. (**)