TANGGAMUS | Pengadilan Negeri (PN) klas lI Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, kembali menggelar sidang lanjutan kasus pembunuhan terhadap Dede Saputra pada tahun 2021 yang lalu, Senin (6/6/2022).
Sidang kali ini dengan agenda mendengarkan tuntutan JPU terhadap terdakwa, dimana sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU ini sempat ditunda hingga dua kali, dikarenakan JPU belum siap untuk membacakan tuntutannya.
Ketua PN Kota Agung, Ari Qurniawan S.H., M.H., bertindak selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan, dengan didampingi dua orang hakim anggota masing-masing Zakky Ikhsan Samad S.H., dan Murdian S.H.
Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kota Agung adalah, Imam Yudha Nugraha S.H., M.H., sedangkan Penasehat Hukum Terdakwa yang hadir adalah, Wahyu Widiyatmiko S.H., Endy Mardeny S.H., M.H., Irwan S.H., dan Hanna Mukarromah S.H.
Dalam pembacaan tuntutan yang dibaca oleh JPU Imam Yudha Nugraha S.H., M.H., dari Kejari Kota Agung, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 340 KUHP Tentang Pembunuhan Berencana dan dituntut dengan hukuman seumur hidup.
Selesai sidang, Kuasa Hukum Kedua Terdakwa mengatakan bahwa, tuntutan JPU sangat sangat mengada-ada dengan tidak melihat fakta persidangan.
“Terkait tuntutan JPU dengan penjara seumur hidup terhadap kedua terdakwa, kami menganggap mengada-ada, jelas tuntutan itu menganggap bahwa klien kami melakukan pembunuhan berencana, fakta persidangan JPU tidak bisa membuktikan sama sekali bahwa antara Syahrial dan Bakas Maulana saling mengenal, bagaimana mereka bisa melakukan pembunuhan berencana jika mereka berdua tidak saling mengenal.” Ujar Wahyu.
Selanjutnya menurut Wahyu, “Kedua, Handphone (HP)nya sendiri tidak disita oleh penyidik, kemudian Bakas Maulana sendiri tidak mempunyai alat komunikasi (HP), bagaimana mereka melakukan komunikasi untuk merencanakan pembunuhan tersebut.” Kata Wahyu.
Masih menurut Wahyu, “Ketiga, Fakta persidangan menghadirkan saksi a dechat jelas di hari Minggu sore Bakas bersama enam orang saksi yang kita hadirkan mereka bersama-sama, mereka tidak pergi kemana-mana pada saat itu juga. Kemudian clear terdakwa Syahrial juga dengan saksi a dechat yang bernama Novrizal mereka bersama-sama bahkan di hari Selasa mereka bersama dengan Syahrial. Jadi disini jelas kami menganggap bahwa tuntutan jaksa hanya copy paste dari dakwaan sebelumnya, tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan,” ungkap Wahyu.
Ditempat yang sama, salah satu Kuasa Hukum kedua terdakwa Endy Mardeny S.H., M.H., mengatakan sangat kecewa dengan JPU karena tidak memperhatikan fakta persidangan.
“Disini jelas bahwa JPU tidak memperhatikan dengan seksama terkait fakta persidangan, didalam fakta persidangan semuanya terbantahkan, dibilang tadi dikenakan pasal 340 KUHP dilakukan secara bersama-sama, menurut dakwaan ada hubungan telepon di hari Sabtu Bakas Maulana menghubungi Syahrial, tapi dalam fakta persidangan tidak dapat dimunculkan bukti, artinya mereka saling mengenal itu tidak terbukti karena tidak ada bukti yang bisa ditampilkan atau dihadirkan dalam persidangan,” ujar Endy.
Selain itu menurut Endy terkait CCTV,  “CCTV tersebut hanya menurut keterangan dari saksi yang dicari oleh pihak kepolisian, padahal menurut keterangan saksi ahli terkait CCTV itu tidak masuk dalam alat bukti awal, tidak bisa masuk sebagai alat bukti tapi hanya sebagai petunjuk,” tambah Endy.
Lebih lanjut Endy mengatakan, “Selama persidangan, kami minta berkali-kali  CCTV itu untuk diputar, tapi nyatanya tidak pernah dibuka dan akhirnya jaksa menyatakan bahwa CCTV itu rusak, dan tidak ada juga hasil dari laboratorium forensik tidak ada buktinya.” Imbuh Endy.
Masih menurut Endy, “Tidak juga dihadirkan Saksi Ahli yang menerangkan bahwa didalam CCTV tersebut adalah Syahrial Aswad. Karena Syahrial Aswad dituduh berdasarkan rekaman CCTV, artinya alat bukti yang mengarah kepada Syahrial Aswad sebagai pelakunya tidak terbukti,” ungkap Endy.
Lebih jauh Endy mengatakan, “Disini JPU menuntut hanya berdasarkan copy paste dakwaannya, kemudian sangat memaksakan dan tidak memikirkan hak asasi terdakwa. Seharusnya JPU yang juga Sarjana Hukum menggali juga fakta persidangan, tidak hanya dari dakwaan mereka yang mana berkasnya didapatkan dari kepolisian,” tambah Endy.
Terkait adanya hubungan badan Endy juga menerangkan, “Terkait adanya hubungan badan sebelum adanya pembunuhan, jelas saksi ahli Forensik yang dihadirkan yaitu dokter Jim mengatakan, bahwa fakta yang sebenarnya tidak ada hubungan badan, tapi dalam tuntutannya jaksa mengatakan ada hubungan badan sebelum pembunuhan. Artinya terlihat jelas jaksa tidak memperhatikan fakta persidangan yang terjadi,” tandas Endy.
Sementara JPU Imam Yudha Nugraha S.H., M.H., tidak bisa dimintai keterangan oleh awak media karena seusai sidang JPU langsung meninggalkan ruang sidang dengan dikawal ketat oleh petugas kepolisian dan petugas dari Kejari Kota Agung menuju mobilnya. | (**)